NILAI DASAR SHOLIH AKROM



MAKALAH
IMPLEMENTASI AMANAH (KEJUJURAN) DALAM TAHAPAN MENUJU INSAN SHOLIH DAN AKROM
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas NDSA




Di Susun Oleh :
Ahmat Ainul Chadliq
NIM: 12.11.00563


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
 SEKOLAH TIGGI  AGAMA ISLAM  MATHALI’UL FALAH
(STAIMAFA)
TAHUN AKADEMIK 2012/2013


BAB I
PENDAHULUAN
Mempersiapkan insan Sholih dan Akrom adalah tujuan utama sebuah lembaga pendidikan dikajen yang biasa disebut pesantren. Khususnya Mathali’ul Falah. Makalah ini bertujuan untuk membahas pentingnya amanah sebagai proses tahapan menuju insan sholih akrom dalam membangun masyarakat, dimana visi misi suci ulama’ ahlus sunah wal jama’ah yang menjadi semangat tersendiri bagi sebuah lembaga pendidikan PIM dan STAIMAFA. Disini dimakalah ini menjelaskan amanah yang menjadi ciri khas insan sholih dan akrom. Pada bab awal nanti akan dijelaskan mengenai pengertian sedikit tentang sholih dan akrom pada bab dua akan dijelaskan mengenai pengertian atau makna amanah, urgensi amanah (kejujuran) dalam Islam, manifestasi kejujuran sebagai upaya menghindari persaingan yang menghancurkan, selanjutnya pada babtiga berisi tentang kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.
Pentingnya nilai-nilai sholih akrom ini diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari lebih lebih sebagai santri mahasiswa yang mengemban cita-cita luhur sebagai penerus dan pengelola bumi Allah sebagaimana yang tercantum dalam ayat "أن الأرض يرثها عبادي الصالحون" dan ayat "إن أكرمكم عند الله أتقاكم" itulah yang menjadi dasar utama nilai-nilai Sholih Akrom.
RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah pengertian sholih dan akrom?
2.      Bagaimanakah pengertian atau makna amanah sebagai landasan sholih dan akrom?
3.      Bagaimanakah urgensi kejujuran atau amanah serta bagaimanakah manifestasinya dalam kehidupan?
TUJUAN MASALAH
1.      Mengetahui dan mengamalkan nilai-nilai sholih akrom dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN MENGENAI SOLIH DAN AKROM
A.    PENGERTIAN SHOLIH DAN AKROM
Sholih memiliki makna yan berfariatif, tergantung pada konteks penggunaan kata tersebut. Namun pada dasarnya sholih dalam konteks pembahasan ini ialah orang yang bisa mengelola bumi dengan baik. Hal ini sesuai dengan ayat:
"ولقد كتبنا في الزبور من بعد الذكر أن الارض يرثها عبادي الصالحون"
"الصالحون" disini memiliki arti atau dinisbatkan pada orang-orang yang dapat mengelola bumi dengan baik artinya orang-orang yang dapat mengurus kemaslahatan umat manusia dengan baik, karena memiliki sosial kemasyarakatan yang baik serta dapat mewarisi bumi (dunia) dengan baik dan bijak.
Adapun ayat-ayat mengenai pengertian sholih banyak sekali salah satunya adalah ayat yang berbunyi: "والذين أمنوا وعملوا الصالحات لندخلنهم الصالحين" dari ayat ini orang yang sholih adalah orang yang beriman dan beramal yang baik.
Adapun tahapan menuju insan yang sholih itu sendiri masih sangatlah sulit untuk dicapai, namun bukan tidak mungkin untuk tidak dapat dicapai. Hadrotus syaikh KH. Ahmad yasir dalam mata kuliah NDSA mengatakan kalau kita belum bisa sampai tingkatan sholih, cukup dengan "الحب" yaitu cinta pada orang-orang yang sholih, paling tidak hormat pada guru atau dosen, atau juga bisa tabrrukan kepada kiyai-kiyai denagn cara sowan kendalem beliau-beliau agar dido’akan. Hal ini sesuai dengan sebuah sya’ir penuh makna karangan Imam Syafi’i yang berbunyi:
"أحب الصالحين ولست منهم # لعلي أن أنال بهم شفاعة"[1]
Yang artinya: walaupun saya bukan termasuk orang-orang yang sholih tetapi saya mencintai mereka, dengan harapan semoga saya mendapat syafa’at beliau dikemudian kelak.
Lalu apa yang dimaksud dengan Akrom? Akrom adalah orang yang paling mulia, sedangkan akrom hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang paling taqwa diantara yang lain dasarnya adalah dari ayat al-Qur’an yang berbunyi: "إن أكرمكم عند الله أتقاكم" .
Juga ayat yang lain: " فتزودوا فإن خير الزاد التقوى" sudah jelas bagi kita bahwa sebaik-baik bekal akhirat adalah taqwa. Jadi insan yang akrom adalah insan yang paling bertaqwa terhadap Tuhannya, ia memiliki hubungan horizontal (keatas) yang baik.
B.     AMANAH
Rasulullah saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman Allah swt: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58)

Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Ini diperkuat dengan perintah-Nya: “Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu amanah besar.

Itu juga diperjelas dengan sabda Rasulullah saw, “Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Dan Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab 72).[2]
Dari nash-nash diatas menunjukkan bahwa setiap dari kita memiliki amanah, amanah adalah sesuatu yang akan dipertanggung jawabkan kelak dihadapan Allah. Oleh karena itu sebagai manusia yang sholih dan akrom memiliki ciri-ciri amanah dalam setiap gerak langkahnya.
Salah satu ciri-ciri terangkatnya agama adalah hilangnya amanah dalam diri manusia[3] maka berhati-hatilah mengemban amanah karena membawa amanah seperti membawa api jika tidak memiliki sifat amanah dalam diri. Seperti firman Allah SWT:
 "إن الله يأمركم أن تؤد الأمانة إلى أهلها" maka sampaikanlah amanh pada ahlinya karena amanah adalah sesuatu hal yang sangat besar tanggung jawabnya.
C.    AMANAH SEBAGAI LANDASAN SHOLIH DAN AKROM
Seorang yang amanah adalah orang yang sholih, karena orang yang amanah adalah orang yang dapat dipercaya mengelola bumi ini dengan baik. Separti contoh beliau kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah suri tauladan yang baik, karena beliau diutus untuk menyempurnakan akhlaq. Hal tersebut adalah sesuai apa yang dikehendaki sholih dan akrom.
D.    MACAM-MACAM AMANAH
Macam-macam Amanah
Q      Pertama, amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah selaras betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam semesta. Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al-A’raf: 172) Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan penyakit-penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah tersebut tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran.
Q      Kedua, amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena lupa.” (hadits shahih)
Q      Ketiga, amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang rang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih)
Q      Keempat, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.” (An-Nahl: 125) Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan usaha Anda, maka hal itu pahalanya bagi Anda lebih dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.” (al-hadits)
Q      Kelima, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya. Tentang amanah yang satu ini, Allah swt. menegaskan: “Allah telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13)
Q      Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122) “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)[4]
E.     URGENSI AMANAH DAN URGENSI DALAM KEHIDUPAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari yang namanya tanggung jawab karena setiap detik, setiap nafas, setiap tetes darah yang mengalir dalam kehidupan ini dari tubuh kita akan dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya. Sebagai generasi penerus perjuangan ulama’ santri atau mahasiswa santri dalam kehidupan bermasyarakat nanti dituntut memiliki kepekaan terhadap tanggung jawab yang diembannya dalamrangka meningkatkan mutu dan kualitas kehidupan masyarakat.
Tuntutan masyarakat terhadap pemimpin yang amanah dan adil adalah impian dari setiap kelompok masyarakat, disinilah kita sebagai mahasiswa berbasis nilai-nilai pesantren akan berjuang. Tidak adanya amanah dalam kehidupan masyarakat akan menimbulkan disintregrasi sosial, kecemburuan sosial akan terjadi dimana-mana karena hilangnya amanah. Dan amanah itu sangatlah penting sekali untuk menjaga kehidupan masyarakat.
F.     NASH-NASH AL QUR’AN TENTANG AMANAH
1)      “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (An Nisa : 58).
2)      “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah, Rabb-Nya.” (Al Baqarah : 283).
3)      “Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; semuanya enggan untuk memikul amanat dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, lalu dipikullah manah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” (Al Ahzab : 72)
4)      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al Anfal : 27).
5)      “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al Mukminuun : 8).
G.    NASH-NASH HADIST TENTANG AMANAH
1)      Dari Abu Musa r.a dari Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda : Bendahara muslim yang memiliki sifat amanah membayarkan dengan senang hati sejumlah harta yang telah diperintahkan (tuannya) kepada orang yang telah ditentukan, (perbuatannya itu sama pahalanya dengan) orang yang memberi shadaqah.”
2)      Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Shallalhu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Tunaikanlah amanat kepada orang yang mempercayakan kepadamu dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
3)      Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Shalllahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tanda orang munafiq itu ada tiga, yaitu: apabila berbicara berdusta, apabila berjanji menyalahi, dan apabila dipercaya, berkhianat.” Dalam riwayat lain, “Sekalipun ia melakukan shaum, shalat dan mengaku sebagai seorang muslim.”
4)      Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, bersabda, “Orang yang dimintai pendapat adalah orang yang memperoleh amanat.” (HR.Tirmidzi).
5)      Dari Jabur bin Abdillah r.a, dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Apabila seseorang menceritakan suatu cerita, kemudian menengok (ke kanan dan ke kiri), perkataan itu adalah amanat.” (HR. Tirmidzi).[5]
BAB III
A.    KESIMPULAN
Dari keterangan diatas dapat aismpulkan sebagai berikut:
Al Akram, yang diambil dari ayat ‘Inna akramakum ‘inda Allahi atqaakum’ (Al-Hujuraat, 13) diyakini sebagai bentuk ideal seorang muslim. Yakni seseorang yang mempunyai keshalehan transendental dalam hubungannya sebagai individu dengan Allah SWT. Muslim akram dipersonifikasikan melalui niat yang baik, keikhlasan dan menjadikan motivasi seluruh aktifitas hidupnya  hanya kepada Allah (lillahi ta’ala).
Sedangkan al-Shalih—dari ayat ‘…anna al ardl yaritsuha ibadiya as shalihuun’ (Al-Anbiya’, 105)—secara garis besar dapat diterjemahkan sebagai individu yang mempunyai kesalehan horisontal, mampu membaca tanda-tanda zaman dan sekaligus mampu mengelola kehidupan di muka bumi ini sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Adapun amanah adalah operasional sholih dan akrom tersebut, sebagaimana yang telah dipaparkan diatas bahwa amanah adalah sifat yang harus dimiliki setiap individu, karena amanah adalah dasar kepercayaan masyarakat kepada seseorang. Amanah mamiliki dua korelasi, yang pertama amanah kepada Allah dan yang kedua amanah kepada sesama manusia.

B.     DAFTAR PUSTAKA
*      Mataeri kuliah yang disampaikan KH. Ahmad Yasir di Auditorium STAIMAFA,
*      Yahya bin syarof an nawawi, abi zakariya, Riyadlus Sholihin, bab amanah. Pengajian bapak pengasuh pondok kulon banon KH. M. Nu’man Thohir.
*      http://www.dakwatuna.com/2007/05/171/amanah/ diakses pada hari Rabu 20 February 2013
*      http://btm3.wordpress.com/2007/08/10/amanah-dalam-al-quran-dan-hadits/, diakses pada hari Rabu 20 February 2013


[1] Mataeri kuliah yang disampaikan KH. Ahmad Yasir di Auditorium STAIMAFA,
[2] http://www.dakwatuna.com/2007/05/171/amanah/, diakses pada hari rabu 20 februari 2013
[3] Pengajian kitab Riyadhus sholihin, ketika mengaji bersama Bapak pengasuh KH. M. Nu’man Thohir dipondok kulon banon
[4] http://www.dakwatuna.com/2007/05/171/amanah/, diakses pada hari rabu 20 februari 2013

Comments

Popular posts from this blog