PENELITIAN ILMIAH tentang Menggali Epistemologi Mumarosah dalam Pembelajaran Bahasa Arab



PENELITIAN ILMIAH
tentang
Menggali Epistemologi Mumarosah dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen pengampu: Ali Romdhoni, MA

Description: Description: Description: C:\Users\samsung\Pictures\staimafa logo - Copy.jpg

Disusun oleh:
Yasri’ah
Siti Linawati
Abdullah Faqih
Ahmat Ainul Chadliq

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MATHALI’UL FALAH
TAHUN AKADEMIK 2012-2013
Jl. raya Pati-Tayu km.20 Purworejo Margoyoso Pati 59154


Menggali Epistemologi Mumarosah dalam Pembelajaran Bahasa Arab[1]
(Abdullah Faqih, Ahmat Ainul Chadliq, Yasri’ah, Siti Linawati)[2]
Abstrak
Mumarosah merupakan sarana atau metode pembelajaran yang dapat melancarkan berbicara dalam bahasa arab, sehingga dalam pembelajaran bahasa arab kita perlu menerapkan metode mumarosah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Menurut bapak H. asnawi rahmat (ketua  lajnah pengembangan bahasa arab perguruan islam matholi’ul falah), beliau berkata mumarosah adalah sebuah metode langsung (mubasyiroh) sedangkan yang dimaksud adalah tadris, tamrin atau latihan-latihan aplikasi bahasa arab, mumarosah itu sendiri yang terpenting adalah berani berbicara, berani menulis dan berani mencoba.Mendahulukan kelancaran dalam berbicara, sedangkan soal gramatika bahasa arab itu belakangan seperti nahwu shorofnya, sepeti halnya bahasa inggris yang perlu diperhatikan adalah berani berbicara terlebih dahulu dari pada mencari benar salahnya gramatika, sedangkan masalah gramar dan tensisnya urusan belakang, bahasa itu yang terpenting adalah praktik atau pengaplikasiannya, artikel ini berusaha untuk menggali epistemologi mumarosatul lughoh dalam praktek bahasa arab bagi orang non arab.
Dalam penelitian ini kami menggunakan metode penelitian ilmiah dengan pendekatan wawancara dan study kepustakaan, untuk mengetahui bagaimana bangunan epistimologi dari mumarosah.
Kata kunci: mumarosah, bahasa arab, metode, pengaplikasian



Pendahuluan
Proses pembelajaran bahasa arab selama ini di anggap lamban dan juga kurang berhasil. Banyak siswa  mulai dari TK, SD, SMP, SMA atau juga pada jenjang (MI-PT) kini mulai resah, karena telah banyak menghabiskan waktu yang cukup lama untuk  belajar bahasa arab. Namun, hasilnya tidak sesuai dengan apa yang telah mereka inginkan selama ini. Hal ini terjadi mungkin karena mereka belum mampu untuk mengusai standar kompetensi bahasa arab yang telah ditentukan.[3] Atas dasar itu maka peningkatan mutu dalam proses pembelajaran bahasa arab mutlak harus di benahi dan dilakukan.Dalam hal ini kami mencoba untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut, yaitu dengan meneliti  menggunakan metode mumarosah.
Mumarosah sebagai suatu metode pembelajaran untuk mempermudah dalam  menguasai bahasa arab  sangat menarik untuk dikaji dan di telaah ulang. Dalam dunia pendidikan khususnya di kalangan pesantren dan juga  jenjang sekolah  yang notabennya berbasis nilai-nilai pesantren, seperti halnya Perguruan Islam  Matholi’ul Falah (PIM) metode ini telah banyak di gunakan.Di samping itu peran mumarosah sendiri yaitu dapat memberikan apresiasi baru bagi peserta didik, untuk lebih mudah dalam mempelajari bahasa arab dan terbiasa dalam praktiknya. Baik praktik berbahasa atau muhadatsah langsung maupun praktik yang sifatnya masih dalam taraf menghafal kosa kata – kosa kata pendek  dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pengaplikasiannya, mumarosah mengikuti 4 maharoh sebagai media pembelajarannya yaitu meliputi maharotul  istima’,maharatul kalam, maharotul qiro’ah dan maharotul kitabah. Keempat maharoh ini juga sering disebut dengan media pembelajaran keterampilan bahasa.Yang pertama yaitu maharotul istima’ (menyimak/mendengar) merupakan kemampuan yang memungkinkan seorang pemakai bahasa untuk memahami bahasa secara lisan. Seseorang pertama kali belajar adalah mendengar, dan mengenali bunyi  yang berasal dari kanan dan kiri seseorang.  Bunyi memiliki arti yang sangat penting dan akan menyampaikan makna kepada para pendengarnya. Dengan bunyi itulah bahasa menjadi sempurna dan dapat di mengerti oleh sesama manusia.  Hal ini  juga merupakan bagian yang  penting dan tidak dapat di abaikan.
Kedua adalah maharotul kalam (berbicara) merupakan kemampuan berbahasa yang aktif dan produktif. Berbicara, dalam hal ini adalah kemampuan seseorang menggunakan bahasa yang dipelajari (bahasa arab) sebagai alat komunikasi antara yang satu dengan yang lain secara wajar dan lancar untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi kemampuan berbicara tidak hanya untuk menyapa tapi memfungsikan bahasa pada posisi yang sebenarnya. Untuk mencapai target ini, dalam  belajar mereka harus menggunakan strategi dan metode pengembangan kalam yang benar. Sedangkan berbicara dengan lancar memerlukan pembiasaan dan keberanian, oleh karena itu diperlukan adanya berbicara secara berulang-ulang untuk menuju kemampuan berbicara yang benar. Kalam juga termasuk maharoh lughowiyah yang sulit.Tidak semua orang mampu melakukan kalam sesuai dengan standar yang diharapkan. Untuk itu, tentu  membutuhkan keberanian berbuat salah dalam tahap menuju kelancaran berbicara.
Ketiga maharotul qiro’ah (membaca) merupakan kegiatan yang penting di zaman modern ini, yaitu untuk memahami semua jenis informasi. Membaca pada dasarnya adalah belajar pada beberapa aspek bahasa mulai dari melafalkan bunyi, kosa kata-kosa kata, kaidah-kaidah, dan memahami kandungan teks. Dalam pengembangannya, membaca bahasa arab tidak sebatas membunyikan kata dalam bentuk suara sesuai dengan kaidah nahwu dan shorofnya, tetapi juga mengarah pada pengembangan dan skill membaca cepat dengan pemahaman makna yang benar. Untuk mencapai skill tersebut maka pada saat proses membaca seseorang harus memperhatikan struktur, makna serta membuat kesimpulan.
Dan yang ke empat yaitu maharotul kitabah (menulis) merupakan kemampuan berbahasa  yang bersifat produktif, serta untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan (isi hati)  kepada orang lain. Hal ini membutuhkan latihan, dan ilmu bahasa yang cukup dari berbagai segi.Setiap menulis kata harus diperhatikan struktur kalimatnya,dan makna yang diharapkan.Kebiasaan menulis tanpa memperhatikan struktur kata maupun diksi kata yang tepat memang kebiasaan yang perlu dilakukan perubahan.Belajar menulis tidak hanya merangkai kata dan mengurutkan satu demi satu tanpa memperdulikan arti, tetapi menulis berarti mengungkapkan isi hati seorang penulis.Oleh sebab itu, agar maksud seorang penulis itu tercapai dan dapat dipahami oleh  pembaca, maka syarat tulisan ini harus benar, karena mendengar kalimat itu lebih mudah dari pada membaca kalimat.[4]
Kalau kita amati,sebenarnya  metode pembelajaran itu sangat bermacam-macam.  Namun disini kami tertarik untuk meneliti  tentang metode mumarosah, dimana metode ini sangat penting dalam mempengaruhi perkembangan bahasa peserta didik.  Selain itu kami juga ingin mengkaji tentang epistimologi mumarosatul lughoh itu sendiri. Lebih detailnya tujuan penelitian kita ini ingin menggali bangunan epistimologi mumarosah yang awalnya hanya dinyatakan sebagai  sebuah strategi menjadi sebuah metode atau teori yang nantinya bisa berdiri sendiri. Dan hal yang tak kalah pentingnya yaitu untuk meneliti bagaimana  seseorang atau peserta didik itu dapat efektif dan efesien dalam mengembangkan bahasa arabnya terutama memumarosahkan bahasa arab.
Epistemologi dan Mumarosah
Secara etimologi atau bahasa mumarosah berasal dari bahasa arab yaitu dari isim masdhar yang fi’ilnya maarosa yumaarisu mumaarosatan yang artinya biasa dan membiasakan, yaitu terus menerus dan continue dalam membiasakan sesuatu. Namun yang dimaksud dalam hal ini adalah mumarosah lughoh al arabyiah membiasakan berbahasa arab. Mumarosah seperti halnya yang dikatakan bapak H. Asnawi Rohmat[5] mumarosah itu adalah sebuah metode langsung (mubasyiroh) dengan menjadikan bahasa arab sebagai bahasa kehidupan sehari-hari.Namun dalam hal pembelajaran yang notabennya untuk peserta didik mumarosah yang dimaksud disini adalah tadris, tamrin dan latihan-latihan. Sedangkan ide mumarosah itu sendiri yang terpenting adalah berani berbicara bahasa arab dan berani berbicara, soal benar atau salahnya gramatika itu urusan belakang. Jadi yang terpenting didalam pembelajaran bahasa adalah memberanikan diri untuk mengekspresikan kamampuan bahasa arab yang dipelajarinya dengan berbagai macam kegiatan-kegiatan  atau bentuk-bentuk seperti ayyamul lughoh, khitobah, debat bahasa arab dan lain sebagainya. Tanpa adanya uji coba seseorang tidak akan tahu dan mampu untuk mengetahui apakah dirinya bisa atau tidak dalam berbahasa arab, berhasil atau tidak dirinya mempelajari bahasa arab, dan efektifkah pembelajaran bahasa arab yang diikutinya.
Seperti halnya yang diutarakan oleh Ka.sie. Lughoh dan juga wakil ketua pondok pesantren al Badi’iyyah (PESILBA) 2013, kata mumarosah yaitu mempunyai arti pembiasaan atau sebuah istilah yang dipakai untuk membiasakan kita dalam praktik bahasa arab, baik  yang bersifat istima’, kitabah, qiro’ah dan kalam. Hal ini sama esensinya dengan penjelasan dari bapak H. Asnawi Rohmat yaitu lebih menekankan pembiasaan dalam hal pembiasaan 4 maharoh.Sedikit berbeda dengan yang diutarakan oleh ustadz Ratna Andi irawan[6], bahwa mumarosah lughah adalah pembiasaan secara terus menerus atau continue dalam hal bahasa arab baik dalam membiasakan istima’, kalam, qiro’ah dan kitabah. Jadi mumarosah lughoh itu adalah pembiasaan yang sifatnya terus menerus untuk melatih diri dalam berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis sesuatu dalam rangka melatih diri untuk terbiasa menggunakan bahasa arab, karena inti dari pembelajaran bahasa adalah mumarosah lughah itu sendiri. Ada sebuah catatan tersendiri dari mumarosah bahwa mumarosah itu bukanlah sebuah metode dalam pembelajaran bahasa arab maupun sebuah setrategi. Didalam buku-buku pembelajaran bahasa arab tidak pernah ada yang menyebutkan bahwa mumarosah adakah sebuah metode ataupun sebuah strategi dalam pembelajaran bahasa arab. Namun mumarosah lebih condong pada teori pendekatan (approach) yang dalam bahasa arab disebut madkhal yaitu seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat bahasa dan hakikat belajar mengajar bahasa.[7]
Pendekatan disini bersifat behavior yaitu menuntut adanya perubahan setelah adanya stimulus. Setelah adanya stimulus dari luar maka timbullah respon yaitu adanya perubahan peserta didik untuk mengaplikasikan bahasa arab.
Kembali pada judul besar kita yaitu menggali epistemologi mumarosah jadi disini kita juga akan menguraikan sedikit tentang epistemologi dan tata kerjanya.Epistemologi adalah salah satu dari tiga cabang filsafat yaitu ontologi (ilmu yang membahahas hakikat sebuah ilmu pengetahuan), Epistemologi (ilmu yang membahas tentang ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan) dan aksiologi (ilmu yang membahas tata kerja atau aplikasi ilmu pengetahuan tersebut).Sedangkan definisi epistemologi adalah sebuah cabang filsafat yang berusaha mencari kebenaran serta mencari jawaban-jawaban dalam menjawab keragu-raguan yaitu dengan meneliti pengetahuan-pengetahuan yang ada, serta mencari tahu bagaimana sebuah pengetahuan itu tersusun secara benar (menurut logika).Istilah Epistemologi sendiri diserap dari kata Yunani yang berarti studi atau penelitian tentang pengatahuan. Jadi dalam kasus ini kita akan mencari serta menggali epistemologi atau bangunan dari sebuah teori yaitu mumarosah sendiri masih ragu-ragu apakah ia sebuah metode atau strategi atau sebuah pendekatan.
Adapun metode-metode yang dapat digunakan dalam penelitian epistemologi antara lain adalah:
a)      Humanisme
Metode ini adalah dengan cara menggunakan pemikiran manusia itu sendiri sehingga ia mampu mengatur dirinya sendiri. Adapun objek kajiannya adalah sejarah, mitos, wahyu, dan sebagainya.Ilmu yang dihasilkan dari metode ini diperoleh secara subyektif dan tanpa melalui proses uji coba.
b)      Metode Ilmiah (LHV)
LHV adalah Logika Hipotesa Verifikasi. Dalam metode penelitian ini, sudah mengalami adanya sebuah peningkatan  yaitu struktur yang teratur. Adapun cara untuk memperoleh ilmu menurut metode ini adalah menggunakan langkah sebagai berikut: Pertama menjawab suatu gejala secara logika, setelah itu logika diajukan agar menjadi Hipotesa, kemudian diverifikasi (diuji kebenarannya).
c)      Metode Riset
Metode ini berkembang dimulai sejak masa Positivisme. Dimasa itu terjadi suatu kejadian yang membawa kemajuan dibidang iptek yakni Revolusi Inggris. Adapun metode ini saat ini masih digunakan dalam penelitian sebuah ilmu yaitu  dengan menggunakan riset secara rinci dan teknis, sehingga hasil yang didapat lebih valid dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
d)     Metode Penelitian Ilmiah
Metode penelitian ilmiah ini pada hakekatnya adalah untuk mencari, memperoleh, dan menemukan sebuah kebenaran ilmu pengetahuan baru.Kebenaran pengetahuan yang ada pada obyek masing-masing, juga ada hal yang mempengaruhi metode, yaitu teori kemampuan manusia untuk mencapai pengetahuan.[8]
Dalam penelitian ini kita menggunakan salah satu metode diatas yaitu metode penelitian ilmiah dengan cara mengumpulkan data-data yang ada baik melalui interview maupun study kepustakaan. Epistemologi sendiri adalah merupakan bagian dari filsafat ilmu yang berguna untuk mencari jawaban dari suatu gejala yang muncul.Akan tetapi jawabannya masih bersifat sementara karena secara umum masih hasil berpikir secara reflektif.Sebagai sebuah landasan ilmu, Epistemologi berperan dalam munculnya pengetahuan-pengetahuan yang selanjutnya dilakukan eksperimen untuk di spesifikasikan mana yang masuk kategori ilmu.
Dengan judul menggali epistemologi mumarosah sebagai pembelajaran bahasa arab, kita akan meneliti apa itu mumarosah, bagaimana bangunannya atau landasannya, dan bagaimana penerapannya? Tentunya dengan menggunakan metode-metode yang telah dipaparkan diatas.

Faktor pendukung dan penghambat pembelejaran bahasa arab
Belajar bahasa asing bila ditunjang oleh factor pendukung akan membantu mempercepat pemahaman kita terhadap bahasa yang dipelajari. Sebaliknya apabila dipicu oleh hal-hal yang dapat menghambat kita untuk mempelajari bahasa asing akan memperlambat atau bahkan mengganggu percepatan pemahaman kita terhadap apa yang dipelajari.
Factor pendukung adalah beberapa factor yang biasa membantu dan menguntungkan dalam pelaksanaan pengajaran bahasa arab di suatu lembaga pendidikan. Factor pendukung yang dimaksud disini adalah hal-hal yang didapat anak didik sebelum mereka masuk ke suatu lembaga pendidikan. Dan faktor  penghambat adalah beberapa factor yang menghalangi dan memperlambat pelaksanaan pembelajaran bahasa arab.
·         Faktor pendukung
­   Bahasa arab telah dikenal para siswa/peserta didik, karena mereka telah menggunakannya sejak kecil, baik untuk do’a ibadah sholat maupun untuk do’a-do’a yang lain.
­   Sejak kecil, para sisiwa/peserta didik telah mengenal huruf arab yaitu yang disebut huruf Hijaiyyah, karena mereka telah belajar mengaji di rumah, surau atau di masjid kampung. Meskipun mereka hanya sekedar pandai membaca Al-Quran, tanpa mengerti arti atau maksudnya.
­   Para sisiwa/peserta didik telah mengenal kebudayaan bangsa Arab dan latar belakangnya, walaupun baru sedikit. Mereka juga telah menyadari bahwa agama islam itu datangnya dari Negara arab atau makkah.
­   Selain itu keperluan komunikasi sebagaimana bahasa asing yang lain, mempelajari bahasa arab ada hubungannya dengan usaha memenuhi tuntunan ajaran agama.
·         Faktor penghambat
­   Adanya anggapan dari peserta didik bahwa belajar bahasa arab itu sulit.
­   Adanya asumsi yang tidak mendukung pembelajaran bahasa arab yaitu bahwa sebagian besar anak/atau peserta didik tidak mampu berbahasa arab ternyata masih bisa menyelesaikan studinya dan lulus, dengan pengertian lain berarti bahasa arab tidak menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh murid/peserta didik.
­   Suasana lingkungan tidak mendukung.
­   Malu untuk mempraktekkan bahasa yang dipelajarinya.
­   Takut salah gramatikanya.
­   Belum terbiasa.
Dari beberapa hambatan diatas dapat disimpulkan bahwa didalam pembelajaran itu kurang adanya penekanan dari luar, sedangkan faktor yang dari dalam adalah ketidak beranian peserta didik karena adanya anggapan bahwa belajar bahasa itu sulit dan takut disalahkan. Dengan begini mumarosatul lughoh memiliki beberapa tujuan diantaranya yaitu:
-        Melatih lidah agar terbiasa dan fasih bercakap-cakap (berbicara) dalam bahasa arab.
-        Terampil berbicara dalam bahasa arab mengenai kejadian apa saja dalam masyarakat dan dunia internasional apa yang dia ketahui.
-        Melatih peserta didik agar dapat dengan cepat menguasai bahasa arab.
-        Melatih mental berbahasa arab dengan baik dan benar.[9]

Fungsi dan urgensi mumarosah dalam pembelajaran bahasa arab
Tidak perlu diragukan lagi, memang sepantasnya seorang muslim mencintai bahasa Arab dan berusaha menguasainya, maka dari itu muncullah metode atau lebih tepatnya pendekatan (approach) mumarosah.Mumarosah disini adalah sebuah metode pendekatanuntuk membiasakan diri dalam hal mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.Jadi fungsi mumarosah juga bisa dikatakan sebagai pembiasaan berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan yang ujung-ujungnya kembali kepada praktek-praktek bahasa arab itu sendiri.Selain itu mumarosah juga mensiarkan bahasa, sebagai fungsi dari bahasa itu sendiri dapat dianggap penting karena apa yang didapat seseorang dalam pembelajaran sehari-hari dapat teraplikasikan didalam kehidupannya, dan dari pengaplikasian itu dapat mempercepat seseorang untuk lancar dalam berbicara, bisa memahami kata-kata yang di dengarnya dan dapat menulis dengan baik. Mengacu  dalam teori linguistik (tentang pembelajaran bahasa) seperti teori behaviourisme  setiap hari kita dikasih stimulus terus hingga kita dapat membiasakannya untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Jika dipandang dari kaca mata psikologi, ketika kita sering mendengarkan maka dengan otomatis kita juga mudah untuk membiasakannya, dan file-file yang diterima otak juga mudah untuk mengingatnya, diibaratkan seorang bayi yang masih belum tahu apa-apa, jika diberi pendidikan yang baik maka hasilnya juga akan baik pula, namun sebaliknya jika dikasih hal-hal buruk maka akan buruk pula, hal ini menunjukkan bahwa dari setiap adanya stimulus pasti adanya sebuah respon. Jadi jika seseorang terbiasa berbicara bahasa arab setiap hari maka secara otomatis ia akan menguasai bahasa arab dalam hal kalam, dan begitu pula untuk maharoh-maharoh yang lainnya.Pada behaviorisme ada 2 teori pendekatan yaitu:
Yang pertama teori ksiner yang menyebutkan teori behaviourisme yaitu seseorang  harus diperkuat dengan stimulus-stimulus setiap hari, dan lingkungan juga sangat mempengaruhi dalam membantu kompetensi siswa untuk pengaplikasian bahasanya. Dalam teori pembelajaran bahasa menurut aliran behaviorisme[10] bahwa manusia diibaratkan sebagai gelas atau kertas  kosong yang tak punya pengatahuan apa-apa, dimana gelas dan kertas tersebut diisi setiap hari sedikit demi sedikit maka nantinya gelas dan kertas itu akan terisi penuh dengan keahliannya.
Yang kedua teori chomsky yaitu manusia sudah mempunyai bekal didalam otaknya dan otak tidak mempengaruhi sama sekali sehingga mumarrosah bisa berjalan dengan baik,mumarosah baru menjadi metode pemersatu antara bahasa arab dengan kebiasaan, kelancaran  ketika bahasa arab di syiarkan. Hal ini tak lepas dari peranan al qur’an yang berbahasa Arab.
Adapun suatu pembelajaran bahasa bisa dapat dikatakan berhasil  apabila  adanya indikasi dari pembelajaran bahasa tersebut memunculkan kemampuan seseorang dalam mempraktikkan bahasa, baik dalam hal kemampuan mendengarkan (sitima’), kemampuan berbicara (kalam), kemampuan membaca (qiro’ah), dan kemampuan menulis (kitabah). Menurut bapak Ratna Andi irawan[11]urgensi mumarosah adalah bahwa inti dari pembelajaran bahasa itu sendiri adalah mumarosah. Karena, jika kita mau melihat kenapa banyak mahasiswa atau peserta didik kita tidak bisa menguasai bahasa arab, karena mereka jarang sekali bersentuhan dengan yang namanya bahasa arab, mereka jarang sekali membiasakan berbahasa arab, bahkan lebih parah lagi mereka tidak pernah sama sekali membiasakan dirinya mempraktikkan bahasa arab. Inilah yang menjadi sebabnya pembelajaran bahasa arab kurang maksimal. Jadi urgensi dari mumarosah itu adalah bahwa mumarosah adalah inti dari pembelajaran bahasa itu sendiri, tanpa adanya mumarosah bisa dipastikan pembelajaran bahasa akan sulit untuk berhasil.
Fungsi mumarosah lughah al arabiyah:
-        Membiasakan lidah untuk berbahasa arab
-        Membiasakan membaca dan memahami teks-teks arab
-        Membiasakan menulis dengan menggunakan bahasa arab
-        Membiasakan mendengar kalimat bahasa arab dan lahjah orang arab dalam berbahasa Arab.
Dengan fungsi-fungsi tersebutakan dengan mudah seseorang untuk dapat berbicara dan lancar berbahasa arab serta menulis dan mendengar bahasa Arab, karena fungsi dari bahasa itu sendiri adalah sebagai alat komunikasi antar sesama manusia. Jadi fungsi dari mumarosah itu sendiri adalah penting sekali jika ingin menguasai bahasa arab.
Adapun urgensi-urgensi mumarosah adalah:
-        Mumarosah adalah inti dari pembelajaran bahasa
-        Mumarosah adalah salah satu pendekatan behaviorisme yang menekankan pada praktik kelancaran berbahasa peserta didik.
-        Belajar bahasa arab dapat dikatakan berhasil apabila seseorang dapat menguasai 4 maharoh dalam bahasa arab (istima’, kalam, qiro’ah, kitabah).
-        Dengan mumarosah peserta didik dapat mengetahui kegunaan bahasa arab itu sendiri.
Jadi urgensi dari mumarosah itu adalah membiasakan diri untuk selalu dan continue mempraktikkan bahasa arab dalam kehidupan sehari-hari, sehingga secara langsung dapat mempermudah dalam pembelajaran bahasa arab dan mengetahui kegunaan bahasa arab itu sendiri. Misalnya dengan membiasakan maharotul istima’ peserta didik sering mendengarkan percakapan bahasa arab, atau mendengarkan berita bahasa arab, menonton film arab dan sebagainya, secara tidak langsung peserta didik akan terbiasa mendengar kosa kata-kosa kata bahasa arab dan lahjah bahasa orang arab asli. Misalnya lagi dengan membiasakan maharotul kalam misalnya dengan mengadakan kegiatan-kegiatan seperti khitobah, debat bahasa arab,munadharah (seminar bahasa arab) dan lain sebagainya.
Faktor-faktor Pendukung Aplikasi Mumarosah
Bahasa adalah sebuah alat untuk mengungkapkan isi hati, maksud dan tujuan suatu kaum. [12] Atas dasar ini maka bahasa itu mempunyai fungsi yang besar yaitu sebagai media komunikasi antar individu, ilmu pengetahuan, tekhnologi, seni dan budaya. Secara garis besar ada 4 aspek yang menjadi faktor terpenting  dan sekaligus pendukung dalam  pembelajaran bahasa arab. Yaitu diantaranya :  maharotul istima, maharotul kalam, maharotul kitabah dan maharotul qiro’ah.  Ke empat faktor ini bisa dijadikan sebuah tolak ukur kemampuan berbahasa seseorang.  Dan juga yang tak kalah penting adalah sebagai pedukung  dalam pengaplikasian mumarosatul lughoh. Untuk meningkatkan kemampuan bahasa arab tersebut, diperlukan sebuah strategi pengembangan kompetensi berbahasa arab yang baik.  Bahkan strategi ini memiliki peran yang sangat penting untuk menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar bahasa arab.
Pembelajaran bahasa arab ini perlu mendapatkan perhatian untuk meningkatkan skill dan kompetensi bahasa arab bagi peserta didik, sehingga mereka mampu menggunakan dan menerapkan fungsi bahasa yang sebenarnya, tidak hanya pada aspek Qiro’ah maupun kalam saja, akan tetapi juga pada maharoh lughowiyah yang lainnya. Karena pada dasarnya keterampilan berbahasa tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.[13] Di sini akan dipaparkan lebih jelas tentang faktor-faktor  yang menjadi pendukung dalam pengaplikasian mumarosah yaitu :
1. Tentang maharotul istima’
Maharoh Istima’ sebagai skill bahasa yang pertama menjadi dasar terbentuknya maharoh berikutnya, terutama dalam meningkatkan kwalitas kalam. Istima’ harus dilakukan secara rutin, dengan durasi yang memadai dan diikuti dengan kegiatan kebahasaan yang lain seperti mengungkapkan kembali isi istima’, seperti menulis kembali dan menyimpulkannya dalam bahasa arab. Istima’  ini membutuhkan sarana dan seseorang untuk melakukan latihan nyata,  kerja sama antara orang yang satu dengan orang yang lainnya untuk saling mendengar dan melakukan koreksi atas kata yang di dengar dan yang di ucapkan serta untuk menjelaskan posisi  makhroj yang sebenarnya.
Dalam praktik pengaplikasian mumarosah melalui metode maharotul istima’ ini, ada beberapa kegiatan yang dilakukan untuk menunjang keberhasilannya, diantaranya:
1. Idza’ah
Idza’ah yaitu suatu kegiatan rutin yang dipakai untuk membiasakan berbahasa seseorang melalui berbicara dengan menggunakan mikrofon serta  untuk menyampaikan berita-berita penting kepada orang lain. Atau lebih gamblangnya sebut saja dengan siaran. Idza’ah ini biasanya di lakukan setiap satu minggu sekali, dua atau tiga minggu sekali atau bahkan sampai satu bulan sekali. Berdasarkan wawancara yang telah kami lakukan beberapa waktu yang lalu di sebuah pesantren ternama di kajen, yaitu Pesantren Putri Al- Badi’iyyah (PESILBA), bahwa kegiatan idza’ah ini sudah lama di pakai untuk mengisi kegiatan- kegiatan rutin yang di lakukan oleh santri pesilba. Dan lebih detailnya  salah satu alasan kegiatan idza’ah ini di adakan adalah untuk meningkatkan kemampuan atau skill santri sekaligus untuk menunjang keberhasilan santri dalam mempelajari bahasa arab.
Dengan adanya idza’ah ini, para santri diharapkan  bisa memumarosahkan mufrodat ataupun lafal-lafal arab dengan baik, mulai dari  yang sudah terbiasa sampai pada lafal-lafal yang mungkin sangat sulit dan masih asing bagi para santri. Awalnya kegiatan ini sangat sulit di lakukan, karena adanya hambatan-hambatan dari beberapa santri yang mungkin notabennya mereka dari sekolah umum, bahwa mereka belum mampu membaca ataupun belum mampu  untuk merangkai sebuah kalimat. Dari hambatan-hambatan itu, maka pengurus mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Dan akhirnya melalui proses yang panjang, dari tahun ke tahun kegiatan ini malah justru menjadi kegiatan yang sangat diminati oleh para santri. Di dalam  kegiatan idza’ah ini ada beberapa agenda acaranya seperti : Pembukaan, Pembacaan ayat-ayat suci al-qur’an beserta sari tilawahnya, sambutan ketua kelas, muhadatsah berbentuk cerita, reques salam-salam, rebana atau sholawatan serta pembacaan cerita .
Dari kegiatan tersebut mungkin kita mengetahui bahwa idza’ah ini mengarah pada metode istima’, yaitu menyampaikan kabar-kabar bagi santri yang bertugas dan juga  mendengarkan bagi para santri yang tidak bertugas.  Bagi santri yang bertugas kegiatan atau progam ini sangat efektif sekali untuk melatih bakat serta mental para santri dalam rangka menumbuhkan kepercayaan diri dan keberaniannya.[14]
Dalam melakuakan istima’ ini, ada kecendrungan bersifat pasif dan bahkan tidak berusaha untuk mengenali apa yang di dengar. Istima’ sangat di perlukan untuk melatih pendengaran telinga terhadap kata-kata yang belum familiar di telinga. Untuk mempertajam latihan dalam istima’ ini ada beberapa hal berikut yang dapat membantu, yaitu :
a)      Mengungkapkan kembali apa yang telah di dengar dalam bahasa arab.
b)      Menyimpulkan isi dalam bahasa arab.
c)      Menyimpulkan isinya kembali, namun menggunakan bahasa Indonesia untuk pemahaman.[15]
2. Maharotul Kalam
Berbicara dalam hal ini adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa yang di pelajari (bahasa arab) sebagai alat komunikasi antara satu dengan yang lainnnya. Jadi kemampuan berbicara tidak hanya menyapa tetapi memfungsikan bahasa pada posisi yang sebenarnya. Untuk mencapai target ini mereka dalam belajar harus menggunakan strategi dan metode pengembangan kalam yang benar.
Kalam merupakan sebuah ucapan atau perkataan, dari kalam ini mungkin hal yang sangat urgen yang harus di perhatikan sebelumnya yaitu istima’ atau mendengar. Karena dari mendengar tersebut seseorang mampu mengucapkan atau melafalkan sesuatu misalnya mufrodat yang berbunyi Qolamun. Dalam mahrotul kalam ini, di Pondok pesantren Putri Al- Badi’iyyah di adakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan maharotul kalam tersebut, diantaranya yaitu diadakannya masyrokhiyyah, tabligh dan juga ayyamul lughoh.
1.      Masyrokhiyah
Yaitu sebuah kegiatan yang di adakan dalam 1 minggu sekali guna untuk mengembangkan bakat terpendam yang dimiliki santri, melalui adanya pentas-pentas seni, seperti halnya sandiwara, puisi dan lain-lain.
Kegiatan ini diadakan dengan tujuan untuk menggali bakat-bakat para santri, dan juga melatih santri untuk berkecimpung di dunia hiburan. Dalam kegiatan ini biasanya santri yang bertugas maju masyrokhiyyah harus matang persiapannya, karena mereka di tuntut untuk bisa maju masyrokhiyyah dengan menggunakan 3 bahasa sekaligus, yaitu bahasa arab, inggris dan jawa. Ketiga bahasa tersebut dikorelasikan agar nantinya bisa seimbang dalam pengaplikasiannya.
2.      Tabligh
Yaitu Suatu kegiatan yang dilakukan guna untuk merealisasikan bakat santri dan juga untuk membiasakan santri dalam menyampaikan sambutan atau sebut saja dengan melatih diri untuk berda’wah di depan orang banyak.
Acara tabligh  ini diadakan oleh sie. Lughoh pesilba  secara rutin setiap dua minggu sekali. Acara ini mungkin yang sangat populer dan merupakan kegiatan yang sudah turun-menurun, sehingga mentradisi di setiap pesantren tentunya. Karena mungkin progam ini sangat penting dan akan berdampak bagi para santri jika sudah pulang ke tempatnya masing-masing untuk  ikut terjun langsung ke masyarakat nantinya.
3.      Ayyamul Lughoh
Yaitu hari-hari berbahasa, hari-hari disini biasanya telah di tentutukan oleh sie. Lughoh, yaitu setiap satu minggu penuh biasanya santri harus berbahasa arab, dan jika sudah berganti minggu lagi maka diganti dengan bahasa inggris. Namun ada hari yang khusus, yakni hari jum’at para santri di wajibkan berbahasa jawa atau kromonan. Karena kebanyakan dari santri pada hari itu mereka di jenguk oleh orang tuanya. Pada hakikatnya progam ini juga mengacu pada  maharotul istima’ yaitu untuk mengajak para santri muhadatsah dan sekaligus untuk membiasakan bertakallum dan mendengarkan mufrodat-mufrodat dengan menggunakan bahasa arab sehari-hari.[16]
Kalam termasuk maharoh Lughowiyyah yang sulit. Tidak semua orang yang belajar bahasa arab mampu melakukan kalam sesuai dengan standar yang diharapkan. Untuk mendapatkan itu tentu membutuhkan kebiasaan dan keberanian untuk berbuat salah untuk menuju kelancaran dalam berbahasa arab.
3.Maharotul Kitabah
Kitabah sebagai sarana untuk mengungkapkan isi hati kepada orang lain membutuhkan latihan  dan ilmu bahasa yang cukup dari berbagai segi. Dalam kegiatan ini, seseorang juga perlu melakukan rabth sebagaimana pada qiro’ah.
Setiap menulis kata , harus dipikirkan struktur kalimatnya, makna yang diharapkan dan ushlub yang dipakai. Dengan begitu kitabah dalam bahasa arab menduduki maharoh yang sangat sulit. Kebiasaan menulis tanpa memperhatikan struktur kata maupun diksi kata yang tepat, itu merupakan kebiasaan yang harus dilakukan perubahan. Belajar menulis tidak hanya merangkai kata dan mengurutkan satu demi satu tanpa memperdulikan arti, tetapi menulis berarti mengungkapkan isi hati seorang penulis. Oleh sebab itu, agar maksud seorang penulis itu tercapai dan dapat dipahami teman atau pembaca lainnya, maka syarat tulisan itu harus benar, karena mendengar kalimat itu lebih mudah dari pada membaca kalimat. Jika kalimat tidak benar tentu akan mempersulit para pembaca.[17]
Maharotul kitabah ini, adalah awal dari suatu metode mumarosah untuk menjadikan seseorang terbiasa dalam mempelajari bahasa arab. Ini juga sangat mempengaruhi adanya maharotul istima’ dan juga maharotul kalam. Dengan adanya maharotul kalam, maka disitu juga harus ada maharotul istima’ dan  maharotul kalam. Karena ketiga  maharoh ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya dalam idza’ah dan masyrokhiyah, seseorang pertama-tama harus bisa menulis, atau membuat naskah, kemudian berbicara atau mengatakannya  dan juga di dengar oleh orang lain.
Dalam pemaparan Wakil ketua Pesilba kemarin, bahwasanya idza’ah, masyrokiyyah dan ayyamul lughoh itu juga merupakan bagian dari maharotul kitabah. Karena semuanya itu pastinya di mulai dari menulis. Akan tetapi pada dasarnya ke  empat maharoh tersebut memang sangat saling terkait.                      
4.    Maharotul Qiro’ah
Membaca pada dasarnya adalah belajar beberapa aspek bahasa mulai dari melafalkan bunyi, kosa kata, kaidah dan memahami kandungan teks. Belajar Qiro’ah juga belajar aspek bahasa tersebut, oleh karena itu kegiatan membaca adalah bersifat aplikasi yang memadukan berbagai aspek ilmu bahasa untuk memahami isi teks.
Maharotul qiro’ah ini sangat erat kaitannya dengan maharotul kitabah.Yaitu misalnya ketika seseorang membaca, tentu hal yang harus di perhatikan pertama adalah kitabahnya atau tulisannya. Dari tulisan itulah baru kita bisa membaca dan juga melafalkannya dengan  baik.Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya ke empat maharoh tersebut memang sangat berkaitan antara satu dengan yang lain. Ini merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak bisa terpisahkan.
Dari  hasil wawancara kemarin ka.sie Lughoh Pesilba menjelaskan bahwasannya di pesantren tersebut juga di adakan kegiatan mudhoharoh, yaitu semacam belajar kelompok atau belajar  bersama-sama yang mana disitu terdapat satu orang sebagai penyampai materi atau pembimbing. Kegiatan ini bertujuan agar santri mampu belajar dengan baik, dan jika ada masalah-masalah yang sekiranya belum faham atau kesulitan nantinya akan terselesaikan dengan jalan musyawaroh bersama. Selain itu  ada juga pemberian mufrodat untuk dihafalakan para santri di setiap minggunya. Secara tidak langsung kegiatan ini sangatlah bermanfa’at bagi santri. Karena dengan memperbanyak menghafal kosa kata atau mufrodat, maka lama kelamaan santri akan terbiasa. Baik terbiasa dalam melafalkan, menulis, membaca sampai mempraktekkannya dengan khiwar atau percakapan dengan sesama temannya.
Kegiatan membaca ini  harus di lakukan dengan benar terutama sedang menghadapi suatu problematika atau kesulitan memahami makna teks.Kesulitan membaca selain terletak pada segi baca’an, yaitu benar dan salah dalam membaca  juga terletak kemampuan memberi makna dan mengambilnya sebagai sebuah pelajaran.
Kesimpulan
Jadi dari pembahasan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Mumarosah adalah sebuah metode pendekatan untuk membiasakan diri dalam hal mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Pada dasarnya metode mumarosah ini sangat urgen dalam pembelajaran bahasa arab, dengan metode ini para peserta didik dapat dengan mudah mempelajari bahasa arab. Dan dengan adanya ketrampilan 4 maharoh dapat mendukung para peserta didik untuk menguasainya.
Di samping itu peran mumarosah sendiri yaitu dapat memberikan apresiasi baru bagi peserta didik, untuk lebih mudah dalam mempelajari bahasa arab dan terbiasa dalam praktik atau pengaplikasiannya. Baik praktik berbahasa atau  muhadatsah langsung maupun praktik yang sifatnya masih dalam taraf menghafal kosa kata – kosa kata pendek  dalam kehidupan sehari-hari.




Daftar Pustaka
Suja’i, Inovasi Pembelajaran Bahasa Arab,  Walisongo Press, Cetakan 1, Semarang September 2008.
Rosyidi, Abd. Wahab dan Ni’mah, Mamlu’atul, memahami konsep dasar pembelajaran bahasa arab, cet. I, (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2011).
al-Arobi, Shaleh  Abdul Majid, Ta’allamul Lughoh Al-Hayyah wa Ta’limuha Baina Nazzariyah wa al-Tathbiq, (t.tp Maktabah Lubnan, 1981).
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,1996).
Wa muna, metodologi pembelajaran bahasa arab,cet 1(Yogyakarta: Teras 2011).
Luthfi, Khabibi Muhammad, Linguistik transformasi dan cognitive approach dalam pembelajaran bahasa, materi kuliah linguistik PBA II Staimafa, tanggal 3 juli 2013.

Wawancara
Bapak KH. asnawi rohmat, pengasuh pondok pesantren al raudhah kajen margoyoso, pati, pada tgl 20 Mei 2013 Pondok Pesantren AL Roudloh,
Bapak Ratna Andi Irawan, Alumni angkatan pertama Staimafa 2008 dan Pengasuh panti asuhan darul hadhanah. Pada hari kamis malam jum’at, tanggal 02 Juni 2013, ba’da isya’ pukul 19.20
Saudari Syafiqotul Aliyah (ka.sie Lughoh periode 2012 Pesilba) pada hari Rabu tanggal  01 juni 2013
Saudari Nafi’ Zahrotul  Laili (Wakil ketua QNS Matholi’ul falah periode 2012) dan dia juga menjabat sebagai wakil Ketua Pesantren Putri Al- Badi’iyyah. Pada tanggal 2 juni 2013


[1] Adalah judul yang diajukan sebagai tugas mata kuliah filsafat ilmu prodi PBA semester II  yang diampu oleh Bapak Ali Romdhoni, MA
[2] Abullah Faqih, adalah Mahasiswa staimafa angkatan 5 jurusan PBA 2012, seorang penyair dan pemerhati sastra dari Pati, ia telah melanglang buana kemana-mana, karyanya pernah tenar di IAIN wali sanga semarang,  dan ia juga sering mengisi berbagai acara baik local kota maupun luar kota.
Ahmat Ainul Chadliq, adalah mahasiswa  Staimafa angkatan 5 jurusan PBA 2012 pemerhati bahasa dan filsafat, berminat mendalami desain teknologi dan aplikasi computer, ia juga seorang pecinta Alam dari Grobogan.
Yasri’ah adalah, mahasiswa staimafa angkatan 5 jurusan PBA 2012, seorang cerpenis dan pemerhati sastra dari kota udang Rembang. Ia pernah menjadi tutor dalam pelatihan menulis cerpen tingkat kampus Staimafa.
Siti Linawati, adalah mahasiswa staimafa angkatan 5 jurusan PBA 2012, ia berminat menjadi seorang professor dalam bidang pendidikan bahasa, saat ini ia masih sibuk bergulat dengan pemikiran filsafat dan linguistic, ia juga aktif diorganisasi kemasyarakatan mahasiswa.
[3]Suja’i, Inovasi Pembelajaran Bahasa Arab,  Walisongo Press, Cetakan 1 , Semarang September 2008, halm : 1
[4]Suja’i, Inovasi Pembelajaran Bahasa Arab,  Walisongo Press, Cetakan 1 , Semarang September 2008, halm : 61-70
[5]Wawancara dengan bapak KH. asnawi rohmat, pengasuh pondok pesantren al raudhah kajen margoyoso, pati, pada tgl 20 Mei 2013 Pondok Pesantren AL Roudloh,
[6]Alumni angkatan pertama Staimafa 2008.
[7]Abd. Wahab Rosyidi dan Mamlu’atul Ni’mah, memahami konsep dasar pembelajaran bahasa arab, cet. I, (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2011), hal. 33
[8]Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat,(Jakarta: PT. Raja Grafindo,1996), hal. 91-93
[9] Wa muna,metodologi pembelajaran bahasa arab,cet 1(Yogyakarta: Teras 2011), hal. 51
[10] Khabibi Muhammad Luthfi, Linguistik transformasi dan cognitive approach dalam pembelajaran bahasa, materi kuliah linguistik PBA II Staimafa, tanggal 3 juli 2013.
[11] Pengasuh panti asuhan darul hadhanah
[12] Shaleh  Abdul Majid al-Arobi, Ta’allamul Lughoh Al-Hayyah wa Ta’limuha Baina Nazzariyah wa al-Tathbiq, (t.tp Maktabah Lubnan, 1981) hal : 22

[13] Suja’i, Inovasi Pembelajaran Bahasa Arab, Walisongo press, cetakan 1, Semarang, September 2008 halm: 10
[14] Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan saudari Syafiqotul Aliyah (ka.sie Lughoh periode 2012 Pesilba) pada hari Rabu tanggal  01 juni 2013
[15] Suja’i, Inovasi Pembelajaran Bahasa Arab, Walisongo press, cetakan 1, Semarang, September 2008 halm: 70-71
[16]  Data ini di peroleh berdasarkan wawancara dengan saudari Nafi’ Zahrotu Laili (Wakil ketua QNS Matholi’ul falah periode 2012) dan dia juga menjabat sebagai wakil Ketua Pesantren Putri Al- Badi’iyyah. Pada tanggal 2 juni 2013
[17] Suja’i, Inovasi Pembelajaran Bahasa Arab, Walisongo press, cetakan 1, Semarang, September 2008 halm: 74


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog