Monday, September 1, 2025

TAWADHU’ SEBAGAI DASAR (FONDASI) PEMBENTUKAN AKHLAQUL KARIMAH SISWA DALAM PENDIDIKAN DI SMPQT YANBU'UL QUR'AN 1 PATI

 Oleh: Ahmat Ainul Chadliq, S.Pd*

 

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

I

roni memang jika ada seorang pelajar atau siswa berani melawan gurunya, bahkan tega sampai membunuhnya. Akhir-akhir ini kita sering diperlihatkan berita-berita tentang siswa menganiaya guru, siswa mengerjai guru, bahkan ada siswa yang tega dan berani menusuk gurunya dengan menggunakan senjata tajam. Padahal siswa tersebut berada dalam lingkungan Pendidikan, lingkungan pembelajaran, namun akhlaq yang ditampilkan tidak mencerminkan seorang siswa yang terdidik. Salah siapakah kejadian tersebut? Siapa yang bertanggung jawab?

Kita tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, jika sudah seperti ini, ini menjadi tanggung jawab bersama, menjadi PR bersama, tidak hanya guru di kelas, ataupun Lembaga Pendidikan, tetapi semua unsur baik dari keluarga, pemerintah dan ataupun yang lainnya, memiliki tanggung jawab yang sama untuk membenahi pendidikan. Sebagaimana sekolah yang menjadi ujung tombak perbaikan akhlaq & kualitas SDM manusia, tetapi sampai saat ini masih belum maksimal dalam menempa siswa agar memiliki akhlaqul karimah (budi pekerti yang luhur).

Tak ayal kita sebagai pelaku pendidik dalam sekolah terkadang juga merasa resah dengan kondisi saat ini, dengan adanya siswa yang tidak atau kurang patuh terhadap guru, tidak hormat & ta’dhim, berani melawan guru, mengejek guru, mengerjai guru dan lain sebagainya. Sebagai pendidik apa yang seharusnya kita benahi? Sistemnya? Kurikulumnya? Atau yang lainnya!

Dalam kesempatan ini penulis akan menjelaskan sedikit makalah tentang tawadhu’ (rendah hati) sebagai bagian dasar akhlaqul karimah akhlaq qur’ani siswa dalam menuntut ilmu dan bermasyarakat / bersosial.

Kita sering mendengar sebuah hadist yang dibaca saat ada pengajian atau ceramah-ceramah tentang akhlaqul karimah atau karakter, seperti hadist yang berbunyi “innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq” yang artinya bahwa sesungguhnya aku (nabi Muhammad) diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq. Visi besar Nabi Muhammad SAW adalah memperbaiki & menyempurnakan akhlaq manusia, dari akhlaq yang buruk (madzmumah) kepada akhlaq terpuji (mahmudah). Selain itu, Nabi juga memiliki tugas utama yaitu Nabi pernah bersabda: “innama bu’itstu mu’alliman” yang artinya adalah bahwa sesungguhnya aku (Nabi Muhammad) diutus hanya sebagai pengajar”.

Disini ada beberapa hal penting yang perlu kita garis bawahi, yang menjadi dasar pokok pembahasan kita kali ini, yaitu pribadi Nabi SAW sebagai pembawa risalah ilahiyyah, memiliki tugas utama menyempurnakan akhlaq (mengajarkan akhlaq mulia kepada seluruh umat manusia) supaya menjadi insan kamil (manusia sempurna/seutuhnya) dan juga nabi sebagai pribadi pengajar (mu’allim).

Definisi Tawadhu’

Secara etimologi, kata tawadhu berasal dari kata وضّع yang berarti merendahkan meletakkan, serta juga berasal dari kata اتّضع dengan arti merendahkan diri. Disamping itu, kata tawadhu juga diartikan dengan rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah, tawadhu adalah menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan.

Menurut Imam Al Ghozali dalam Ihya Ulumudin jilid III, menyebutkan bahwa tawadhu adalah mengeluarkan kedudukan kita dan menganggap orang lain lebih utama daripada kita.

Secara harfiah, pengertian tawadhu adalah rendah hati, tanpa merasa hina dan rendah diri. Orang yang tawadhu adalah orang yang tidak memandang dirinya lebih dari orang lain, meskipun dia memiliki kelebihan dibanding orang lain. Rendah hati tentu sangat berbeda dengan rendah diri atau minder. Sebab itu, umat Muslim juga tidak boleh terlalu tawadhu, karena hal ini bisa membuat orang lain menjadi sombong terhadapnya. Tawadhu yang berlebihan bisa membuat seseorang terjebak menjadi rendah diri, Islam memerintahkan berendah hati tapi melarang kita berendah diri.

Sikap tawadhu’ sangat penting artinya dalam pergaulan sesama manusia, sikap tawadhu’ disukai dalam pergaulan sehingga menimbulkan rasa simpati dari pihak lain. Berbicara lebih jauh tentang tawadhu’, sebenarnya tawadhu’ sangat diperlukan bagi siapa saja yang ingin menjaga amal shaleh atau amal kebaikannya, agar tetap tulus ikhlas, murni dari tujuan selain Allah.

Contoh-Contoh Sikap Tawadhu’

Tanda orang yang tawadhu’ adalah di saat seseorang semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya kepada Allah. Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka. Ini karena orang yang tawadhu’ menyadari akan segala nikmat yang didapatnya adalah dari Allah SWT, untuk mengujinya apakah ia bersyukur atau kufur.

Berikut beberapa contoh ketawadhu’an Rasulullah Saw.:

1.     Sahabat Anas R.A jika bertemu dengan anak-anak kecil maka selalu mengucapkan salam pada mereka, ketika ditanya mengapa ia lakukan hal tersebut ia menjawab: Aku melihat kekasihku Nabi SAW. senantiasa berbuat demikian. (HR. Bukhari, Fathul Bari’- 6247).

Nabi selalu menyayangi anak kecil atau orang yang lebih muda darinya, sebagai pendidik kita harus memiliki nilai ini, sayang kepada anak kecil.

2.     Dari Anas R.A berkata: Nabi Saw. memiliki seekor unta yang diberi nama al-’adhba` yang tidak terkalahkan larinya, maka datang seorang ‘a’rabiy dengan untanya dan mampu mengalahkan, maka hati kaum muslimin terpukul menyaksikan hal tersebut sampai hal itu diketahui oleh Nabi SAW, maka beliau bersabda: Menjadi hak Allah jika ada sesuatu yang meninggikan diri di dunia pasti akan direndahkan-Nya. (HR. Bukhari). (Fathul Bari’-2872).

3.     Abu Said al-Khudarii R.A pernah berkata: Jadilah kalian seperti Nabi SAW, beliau menjahit bajunya yang sobek, memberi makan sendiri untanya, memperbaiki rumahnya, memerah susu kambingnya, membuat sandalnya, makan bersama-sama dengan pembantu-pembantunya, memberi mereka pakaian, membeli sendiri keperluannya di pasar dan memikulnya sendiri ke rumahnya, beliau menemui orang kaya maupun miskin, orang tua maupun anak-anak, mengucapkan salam lebih dulu pada siapa yang berpapasan baik tua maupun anak, kulit hitam, merah, maupun putih, orang merdeka maupun hamba sahaya sepanjang termasuk orang yang suka shalat.

Sungguh indah dan mulia sikap tawadhu’ yang dicontohkan Nabi, sehingga tidak ada orang yang saling benci dan maki, dapat menciptakan masyarakat yang harmoni. Jiwa nabi sebagai penyempurna akhlaq dan pendidik mencontohkan untuk selalu memiliki akhlaq mulia khususnya tawadhu’.

Sikap tawadhu’ seseorang dapat dilihat dari perilakunya sehari-hari. Adapun bentuk-bentuk perilaku tawadhu’ seseorang antara lain:

1.     Menghormati orang yang lebih tua atau orang yang lebih pandai daripada dirinya

2.     Sayang kepada yang lebih muda atau lebih rendah kedudukannya

3.     Menghargai pendapat atau pembicaraan orang lain

4.     Bersedia mengalah demi kepentingan umum

5.     Santun dalam berbicara kepada siapapun

6.     Tidak suka disanjung orang lain atau keberhasilan yang dicapai

Kesimpulan dan Penutup

Demikianlah tulisan kecil ini tentang tawadhu’, yang mana tawadhu’ adalah sebagai salah satu tawaran untuk solusi perbaikan pembelajaran & pendidikan supaya siswa & guru supaya tujuan utama pendidikan yakni membekali manusia dengan SDM yang unggul dapat terwujud. Pada akhirnya penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan kata ataupun redaksi. Semoga bermanfaat untuk diri saya sendiri khususnya dan umumnya kepada semua pembaca.[]

Ads

TAWADHU’ SEBAGAI DASAR (FONDASI) PEMBENTUKAN AKHLAQUL KARIMAH SISWA DALAM PENDIDIKAN DI SMPQT YANBU'UL QUR'AN 1 PATI

  Oleh: Ahmat Ainul Chadliq, S.Pd*   لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ ...