Antara Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013 sebuah diskursus kajian tentang kurikulum pendidikan di Indonesia
Antara
Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013 sebuah diskursus kajian tentang kurikulum
pendidikan di Indonesia[1]
Oleh: Ah.
Ainul Chadliq
KTSP dan
K-13
Pro-kontra
terjadi pada penerapan Kurikulum 2013 yang baru saja di laksanakan, ada yang
setuju dan ada pula yang tidak setuju. Mereka yang setuju beranggapan bahwa
sudah saatnya kurikulum pendidikan di indonesia diganti, karena usianya sudah
tujuh tahun dan menggantinya dengan kurikulum yang baru yaitu pendidikan yang berbasis karakter atau akhlak[2]
karena melihat kondisi akhlak peserta didik yang semakin mundur, jika tidak
diantisi pasi dengan tepat akan berdampak pada rusaknya moral masyarakat
Indonesia di masa yang akan datang, seperti yang telah dikemukakan oleh mantan
Mentri Pendidikan M. Nuh saat itu dan dari berbagai diskusi dan seminar yang
diadakan sebelum menerapkan K-13.
Kurikulum
2013 atau Pendidikan
Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum
2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill,
dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam
berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi.
Kurikulum ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diterapkan
sejak 2006 lalu. Dalam tahap/proses kegiatannyanya siswa diarahkan untuk 1) memahami,
2) menanya, 3) eksplorasi (mencoba/mencari informasi), 4) mengasosiasi/
menalar, dan 5) mengkomunikasikannya.[3]
Sedangkan
KTSP adalah kurikulum Operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan.[4]
Perbedaan KTSP dan Kurikulum 2013 seperti dirangkum Okezone, Selasa (9/12/2014).
1)
Kompetensi
Pada
KTSP, Standar Isi ditentukan terlebih dahulu melalui Permendiknas No 22 Tahun
2006. Setelah itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui
Permendiknas No 23 Tahun 2006.
Pada
Kurikulum 2013, SKL ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No 54
Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi bebentuk Kerangka Dasar
Kurikulum yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013.
Selain
itu, kompetensi siswa SMA berbeda dengan siswa SMK pada KTSP. Sedangkan pada
Kurikulum 2013, kompetensi antara siswa SMA dan SMK pun serupa dalam dasar
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
2)
Mata pelajaran
Pada
KTSP, setiap mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dengan kompetensi dasar
sendiri pula. Pendekatan mata pelajaran berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Total ada sebelas mata pelajaran yang harus dikuasai siswa.
Pada
Kurikulum 2013, semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama
(saintifik). Siswa diajak mengamati, menalar, bertanya dan mencoba. Setiap mata
pelajaran saling terkait dan saling mendukung semua kompetensi pembelajaran
seperti sikap, keterampilan dan pengetahuan. Total, ada enam hingga tujuh mata
pelajaran yang harus dikuasai siswa.
Meski
demikian, pada dasarnya pendekatan saintifik juga sudah dipakai dalam KTSP.
Hanya saja, istilah yang digunakan adalah pendekatan inquiry.
Selain
itu, mata pelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP sejajar dengan mata pelajaran
lain dan diperlakukan sebagai pengetahuan. Sedangkan dalam Kurikulum 2013,
Bahasa Indonesia menjadi alat komunikasi dan pembawa pengetahuan. Begitu juga
dengan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
3)
Proses pembelajaran
Pada
KTSP, skema tematik diterapkan pada kelas satu hingga tiga SD. Sedangkan pada
Kurikulum 2013, pola Tematik Terpadu ini diterapkan di kelas satu hingga enam.
4)
Penjurusan
Pada
KTSP, siswa SMA bisa memilih jurusan sekolah sejak kelas XI. Selain itu,
penjurusan di SMK juga sangat detil.
Pada
Kurikulum 2013, tidak ada penjurusan bagi pelajar SMA. Siswa harus menamatkan
mata pelajaran wajib, peminatan, antarminat dan pendalaman minat. Pada SMK,
penjurusan tidak terlalu detil hingga bidang studi. Penjurusan di SMK meliputi
pengelompokan peminatan dan pendalaman.
5)
Penilaian
Pada
KTSP, proses penilaian lebih dominan pada aspek pengetahuan. Pada Kurikulum
2013, penilaian dilakukan secara otentik dengan mengukur semua kompetensi
sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.
6)
Ekstrakurikuler
Pramuka
tidak menjadi kegiatan ekstrakurikuler wajib pada KTSP. Sebaliknya, pramuka
wajib pada Kurikulum 2013.
Penghentian
K-13 antara kebijakan dan harapan
Terlepas
dari kelebihan dan kekurangan antara KTSP dengan K-13, kita tidak mengetahui
kenapa K-13 tiba-tiba dihentikan oleh Mendikbud, namun menurut penuturan beliau
K-13 dihentikan karena berdasarkan pada rekomendasi tim evaluasi implementasi
Kurikulum 2013 dan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan. Keputusan
nasib K-13 itu diambil setelah ia menerima laporan dari tim evaluasi kurikulum
yang diketuai guru besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Suyanto. Anies
mengatakan, sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan Kurikulum 2013.
Penghentian
kurikulum ini dilandasi antara lain karena masih ada masalah dalam kesiapan
buku, sistem penilaian, penataran guru, pendamping guru dan pelatihan kepala
sekolah yang belum merata demikian dikemukakan oleh Anies seperti yang dikutip
dari MetroTV.
Menjadi
hal yang sangat unik dalam dunia pendidikan kita saat ini ketika kurikulum K-13
baru dilaksanakan bebrapa semester diganti lagi dengan kurikulum sebelumnya
yaitu KTSP. Sebenarnya antara K-13 ataupun KTSP itu sama saja, yang terpenting adalah pendidikan itu sendiri,
karena tugas dari pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa[5].
Dan keduanya sama-sama bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jika melihat alasan-alasan yang dikemukakan oleh mendikbud,
Sebenarnya apa yang melatarbelakangai penghentian K-13 dan kembali ke KTSP
kalau permasalahnnya hanya kurang siapnya sekolah dalam penerapan K-13?
Bukankah alasan tersebut adalah alasan teknis yang dapat di atasi dengan teknis
pula.
Ada 6.221 sekolah di indonesia yang masih tetap menggunakan
K-13 karena telah menerapkan K-13 sebanyak 3 semester dan sekolahan ini akan
menjadi percontohan untuk sekolah lain. Bahkan untuk kabupaten Malang sebagian
besar sudah siap menggunakan K-13. Penerapan kurikulum 2013
(K-13) di Kota Malang menjadi harga mati. Bahkan, untuk mengawal upaya itu,
perwakilan kepala sekolah nekat ke Jakarta untuk menyerahkan langsung petisi ke
Dirjen Pendidikan Menengah Kemendikbud.
Ketua
MKKS SMAN Kota Malang Tri Suharno mengungkapkan, ”Tanpa harus menunggu 2018,
Malang sangat siap melaksanakan kurikulum ini. Karena dari kualitas pendidikan,
tenaga pendidik, siswa, serta kelengkapan sarana pendidikan, semuanya sudah
siap,” beber mantan kasek SMAN 3 itu.
Menurutnya,
kembali ke KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) alias kurikulum 2006
(K-06) malah buang-buang waktu. Sebab, di Kota Malang, sebagian besar sekolah
sudah siap menjalankan K-13.
Menurut
Ali Romdoni[6]
hakikat dari sebuah pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas manusia. Atau
tujuan dari pendidikan adalah untuk mendidik manusia supaya berbudi luhur
sehingga meningkatkan derajat manusia diatas yang lain. Inilah hakikat dari
pendidikan yang sesngguhnya yaitu meningkatkan kualitas makna hidup manusia.
Jadi,
kesimpulannya adalah K-13 ataupun K-06 (KTSP) sama-sama kurikulum pendidikan di
Indonesia, namun menanggapi kebijakan Mendikbud dengan menghentikan K-13
bukalah sebuah solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada pada
K-13. Mengingat K-13 memiliki konsep yang sangat bagus dan memiliki harapan
besar untuk merubah mental serta karakter bangsa Indonesia lebih baik, yang
tidak hanya mengutamakan kecerdasan intelektual tapi juga kecerdasan budi luhur
yang baik.
[1] Disampaikan pada diskusi BEM STAIMAFA,
pada Tanggal 31 Desember 2014
[2] Saya menyebutnya seperti ini karena K-13
muncul karena keprihatinan dunia pendidikan kita saat ini lebih mengutamakan
kecerdasan intelektual daripada kecerdasan pribadi atau karakter.
[3] Materi RPP yang disampaikan oleh bapak
Dr. Abdul Karim dalam seminar pelatihan Pembuatan RPP K-13 dan sosialisasi K-13
di Aula Staimafa
[4] Dr. E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, cet.7, (Jakarta: PT REMAJA ROSDAKARYA), hal.17
[5] Menurut UUD 1945 yang telah menjadi
peraturan pemerintah saat ini.
[6] Lihat epistemologi Fiqh Sosial, artikel
Ali Romdoni, hal.
Comments
Post a Comment